Sebelum Abu
Darda’ menikahinya, Ummu Darda’ adalah seorang anak yatim yang diasuh oleh Abu
Darda’. Nama Ummu Darda’ Ash Sughra beliau peroleh karena ia dinikahi Abu
Darda’ setelah istri pertamanya, Khairah binti Hadrad atau yang dikenal pula
sebagai Ummu Darda’, meninggal dunia. Untuk membedakannya dengan istri pertama,
maka dipanggillah ia dengan Ummu Darda’ Ash Sugra atau yang lebih muda.
Sejak kecil
Abu Darda’ selalu menyertakannya untuk mengikuti majelis ilmu serta shalat
berjamaah bersama kaum laki-laki. Ummu Darda’ pun mendapat kesempatan mempelajari ayat-ayat
al Qur’an langsung dari para ahlinya sehingga ia tumbuh menjadi wanita yang baik
bacaan Qur’annya serta baik pula pemahamannya terhadap ayat-ayat tersebut. Hal
ini terus berlangsung sampai ia baligh dan kemudian bergabung dengan majelis
ilmu bersama kaum perempuan.
Abu Darda’
adalah salah satu guru Ummu Darda’ Ash Sughra . Abu Darda’ sangat mengagumi
kemampuan Ummu Darda’ dalam menghapal al Qur’an. Setelah Ummu Darda’ dewasa Abu
Darda’ kemudian menikahinya. Hal ini semakin membuat Ummu Darda’memiliki
kesempatan untuk belajar lebih banyak dan leluasa dengan Abu Darda’. Kesempatan
yang semakin mengasah kecerdasan Ummu Darda’. Bagaimana tidak, bila dua orang
pecinta ilmu bersatu maka dapat dibayangkan bagaimana kondisi rumah tangga yang
akan terbangun. Tentu suasana diskusi dan belajarlah yang akan mendominasi
aktivitas kehidupan rumah tangga mereka. Hal inilah yang semakin menguatkan
cinta mereka berdua.
Selain belajar dengan sang suami, Ummu Darda’ juga memiliki kesempatan belajar kepada
Salman AL Farisi, Abu Hurairah, Abu Malik Al Anshari, Fadhalah bin Ubaid serta
Ummul Mukminin Aisyah.
Tak hanya
pelajar yang cerdas, Ummu Darda’ juga seorang guru piawai dalam membagi
ilmunya. Tercatat banyak ulama terkemuka yang menimba ilmu dari Ummu Darda’.
Selain
pelajaran tentang al Qur’an, ada banyak hal yang juga didapat oleh Ummu Darda’
dari sang suami. Misalnya saja nasehat tentang qanaah. Dalam suatu kesempatan
Abu Darda’ pernah berujar kepada sang istri, “ Jangan pernah meminta sesuatu
kepada orang lain . ” Lantas bagaimana kalau aku membutuhkan?” balas Ummu
Darda’ . “Ikuti dan ambillah apa yang tercecer dari para tukang panen. Dan
buatlah adonan untuk membuat roti darinya,”
Demikian
hormat dan cintanya Ummu Darda’ kepada sang suami, sehingga satu doa pun ia
ucapkan “ Ya Allah, sesungguhnya Abu
Darda’ telah melamarku dan menikahiku di dunia. Maka aku melamar suamiku kepada
Engkau agar menikahkannya denganku di surga.”
Mengetahui
keinginan sang istri, Abu Darda’ kemudian meminta Ummu Darda’ untuk tidak
menikah lagi dengan orang lain jika Abu Darda’ meninggal lebih dahulu. Hal ini
karena Abu Darda’ pernah mendengar sebuah hadits dari Rasulullah bahwasanya
wanita adalah untuk suaminya yang terakhir.
Ketika
kemudian Abu Darda’ meninggal dunia, Ummu Darda’ tetap berpegang teguh pada
janjinya untuk tidak akan menikah lagi. Lamaran Muawiyah ia tolak karena janjinya
tersebut. Tak ada lagi yang lebih ia inginkan selain pernikahan abadi dengan
Abu Darda’ di surga nanti.